Cerbung #7 MClarissa
Clarissa
µ
“Maya, lo harus tau sesuatu!” seseorang datang
menemui Maya yang sedang mengerjakan tugasnya di gazebo kolam renang.
“Sinta,
apaan sih lo ngagetin aja. Kenapa kenapa?”
“Nih!”
gadis yang bernama Sinta itu menyodorkan kertas strimin berukuran A3 kepada
Maya. Dengan cepat, Maya membuka kertas itu dan menilik di pojok kanan bawah.
Masih terdapat lekukan tandatangannya yang sengaja transparan.
“Ini
kertas gue! Lo? Kok bisa ada di lo?”
“Gue
gak percaya May sumpah! Gue dapetin ini di kamar kos Riana.” aku Sinta, tak
lama kemudian suara langkah kaki berlari kearah mereka dan berhenti sejenak.
Maya dan Sinta menoleh kearah suara tersebut, Riana terenyak mendengar
pengakuan Sinta yang dianggapnya lancang. Ia terpaku dan menatap tajam kearah
Sinta dan Maya bergantian.
“Lo
mau jelasin apa ke gue soal ini Na? Gue masih mau dengerin lo sekarang.” Maya
mencoba menahan amarahnya. Bagaimanapun juga, orang yang sedang berada didepan
mukanya ini adalah teman karibnya selama beberapa tahun ini.
“Ini
gak seperti yang lo pikir May, gue…em maksudnya kertas itu baru dateng tadi
pagi pas kakak gue tiba kemari.” terang Riana tak nyaman, Maya masih menatap
datar kearahnya. “Terus, em…Sinta gak sengaja nemuin itu tadi dikamar gue.
Em…pasti dia mikirnya..kalo gue..nyembunyiin tugas lo.” Riana menghela napasnya
sambil kebingungan “Dan emm…gue berniat untuk ngembaliin itu ke lo, tapi…”
“Na,
gue kenal lo udah lama. Gue tau gimana sikap dan ekspresi lo kalo lagi ngomong,
lo gak jujur sama gue sekarang. Maksud lo apa sih Na?” Maya mulai meninggikan
suaranya. “Lo tau! Gue mati-matian ngerjain tuh tugas, gue nyoba gak tanya
itungannya ke lo biar gue gak tergantung terus sama lo. Gue seneng lo minjem
tugas gue karna sebelumnya gue yang selalu minjem tugas ke lo. Tapi gue gak
percaya lo tega gak bawain tugas gue saat pengumpulan terakhir. Lo kenapa sih
Na?” Riana masih terdiam dan menunduk, ia melihat sekeliling namun tak mampu
menatap mata Maya. “Na, baru kali ini lo bicara sama gue nunduk. Dan itu
artinya, lo takut ngungkapin kejujuran lo. Jawab Na!” Maya frustasi dengan
sikap Riana, ia menggoncang tubuh Riana hingga hampir terjatuh ke kolam renang.
“Gue kecewa sama lo! Lo udah nusuk gue dari belakang, tugas ini emang berat
hukumannya Na! Tapi seenggaknya lo bisa nyaingin gue secara fair! Gak kayak
gini caranya! Lo udah dapetin nilai terbaik disetiap mata kuliah dari dosen, apa
kurang cukup semua itu hah? Gue tau lo emang ambisius buat dapetin nilai bagus
dan gue tau di tugasnya Pak Richard lo selalu kalah dari gue! Tapi cara lo gak
berpendidikan Na! Gue gak nyangka lo bakal ngelakuin hal sepicik ini!”
“Cukup!
Gue emang selalu dapet nilai bagus tiap matkul tapi asal lo tau! Dosen gak
pernah ngelirik kearah gue! Mereka selalu nanyain tentang lo ke gue gara-gara
gue deket sama lo! Puas hah! Lo tu dah punya semuanya May, lo bahkan gak penah
ngasih kesempatan buat gue! Lo punya temen banyak, dosen-dosen lebih merhatiin
lo daripada gue dan temen-temen, lo dikenal sama kakak angkatan dari dulu, dan…
Lo!” Riana mulai berkaca-kaca dan masih menatap Maya dengan tajam, “Lo deketin
kakak angkatan yang selama ini gue incer! Lo punya temen curhat yang bisa lo andelin,
lo punya kemampuan gambar yang bagus dan buat kakak gue kepincut sama gambaran
lo! Dan lo tau, proyek yang mau gue jadiin bahan skripsi udah lo ambil dari
kakak gue! Apa itu semua adil buat gue hah! Gue gak mau terus-terusan ada
dibawah lo May, gue gak mau!” Riana menghapus air mata yang sempat menetes
dikedua pipinya, ia masih menaruh dendam dengan orang yang selama ini jadi
teman baiknya itu.
“Heh
denger ya! Selama ini lo gak pernah cerita apapun tentang kakak lo ke gue,
gimana bisa lo bilang gue ambil bahan skripsi lo! Bahkan gue gak kenal siapa
kakak lo!”
“Bohong!
Lo kenal sama dia May, lo kenal! Dia cerita banyak tentang lo dan itu membuat
gue muak sama tingkah busuk lo yang sok kenal sama kakak gue! Lo inget orang
yang lo temui di komplek pemerintahan kota lo sebulan yang lalu hah? Dia kakak
gue May! Dan gue gak habis pikir kenapa dia mau kasih proyek itu buat bahan
skripsi lo kalo bukan lo yang minta ke dia!”
Maya
tertegun, jadi selama ini yang sering ia hubungi adalah kakak Riana? Mas Aryo?
Dia kakak Riana?
“Kenapa
diem? Lo kaget? Lo puas udah ngambil semuanya yang gue inginkan hah! Mau apa
lagi lo sekarang? Lo masih pengen nginjek-injek harga diri gue?”
“Heh
seharusnya lo sendiri yang ngaca! Lo udah beberin semua kelemahan lo didepan
gue yang secara tidak langsung, lo udah nginjek-injek harga diri lo sendiri
didepan gue! Dan asal lo tau, semua yang lo katain itu salah! Gue gak pernah
minta apa yang lo tuduhin ke gue, termasuk proyek kakak lo yang tadinya milik
lo itu!”
“Gue
gak percaya sama lo May! Akal bulus lo udah kecium sama gue dari awal, lo emang
suka buat gue sengsara!”
“Cukup
Ana! Sampe kapan kamu akan bersikap seperti anak kecil kaya gini!” suara Aryo
memecah tatapan tajam diantara keduanya, ia berdiri bersama Erika dan Bagas yang
sedari tadi mendengarkan percakapan mereka berdua.
“Kakak?
Ngapain kakak kesini? Oh, mau belain dia! Ok fine, sekarang kakak bahkan belain
cewek ini daripada aku? Heh, tapi lo dengerin gue ya May! Tugas lo gak bakal
diterima sama Pak Richard, dan jadwal sidang lo bakal jauh setelah gue! Jadi
gue tekanin sama lo. Gue bakal pake bahan skripsi dari kakak gue itu dan udah
merancangnya seperfect mungkin. Terserah lo mau ganti apa enggak tapi yang
jelas! Gue duluan sidang daripada lo! Gue bakal jadi yang terbaik untuk kali
ini.”
“Ana!”
“Apa?
Kakak mau ngusir aku? Gak perlu!” Riana melangkahkan kakinya keluar gerbang
kolam renang dengan perasaan campur aduk, ini kali pertama ia bertengkar hebat
dengan Maya. Selama ini mereka selalu sependapat dan hanya mengalami
pertengkaran kecil. Maya tidak mempercayai keadaan ini, ia menatap kepergian
Riana dengan sangat menyesal. Selama ini orang yang ia anggap musuh terberat
sekaligus teman yang baik sangat menginginkan dirinya jatuh.
***
“Mayaaa selamat ya, ciyee yang wisuda
cepet.” sambut Erika setelah Maya menyalami kedua orang tuanya dan berjumpa
kawan-kawan yang menyelamatinya.
Maya menyambut pelukan Erika.
“Bukannya lo juga wisuda tahun ini Er?”
“Iya, tapi tetep aja keduluan sama
lo! Eh gue bawa Bagas sih tadi kesini, tapi dia dimana ya?” kata Erika
celingukan. Ia memang sengaja membawa Bagas karena cowok ini ngebet banget
pengen ikut ke wisudanya Maya.
“Bagas? Tumben dia mau diajakin ke
acara wisuda kaya gini?”
“Lo pikir gue cowok yang gak
berpikiran panjang apa?” tiba-tiba Bagas keluar dari belakang Maya, ia
menggunakan setelan jas beserta dasi kupu-kupunya. “Satu mawar buat guru gambar
gue.” ia mengeluarkan mawar merah dari balik punggungnya.
“Mawar doang? Buket dong, biar
kelihatan gede gitu.” kata Maya
“Yelah nih anak udah syukur ada yang
kasih bunga loh buat lo. Mawar lagi, masih aja nawar. Sebel gue jadinya.”
sanggah Bagas ketus.
“Ahhah..hah..ha bercanda kali gas,
makasih ya. Mawar asli?” Bagas hanya mengangguk. “Heh, Rik! Lo ga bawa buket
bunga gitu buat gue?” tanya Maya kemudian.
“Enggak. Buat apa? Ntar yang
disamping lo ngerasa tersaingi dong kalo gue juga ikut ikutan bawa.” Erika
tersenyum jahil ke Bagas yang sedari tadi memelototinya. “Oh iya May, emm
hubungan lo sama Riana gimana?”
Maya terdiam dan melihat Riana yang
sedang berbincang dengan keluarganya disamping Auditorium. “Ah udahlah Rik,
ngapain sih lo ungkit. Harusnya Riana duluan yang minta maaf ke Maya, tapi
buktinya apa. Maya deketin Riana terus tapi gak ditanggepi sama si Riana. Emang
egois tuh anak” jawab Bagas. Maya hanya tersenyum mendengar penjelasan dari
Bagas, ternyata cowok ini sangat memahami situasi.
“Ihh lama-lama gue muak sama tuh
orang!” kesal Erika. Maya mendapatkan sms dari nomor tak dikenal, Erika mengode
Bagas untuk mengakhiri sandiwara ini. Bagas bingung ingin mengatakan apa.
“Ini ada yang kasih selamat ke aku,
namanya Viana. Tapi aku ga ngerasa punya temen namanya Viana. Kalian tau dia
siapa?” tanya Maya kemudian.
“Viana pianis May, dia kemarin gue
kasih nomer lo. Hehe.” jawab Erika
“Oh, serius Viana itu? Yaampun
seneng banget gue. Makasih Viana hashtag emot senyum.” kata Maya sambil
mengeja. “Send. Yes, deliv!”
“Maya, gue ganteng gak pake setelan
jas kaya gini?” tanya Bagas tiba-tiba. Maya memperhatikan Bagas dari ujung kaki
hingga kepala, memiringkan kepalanya ke kanan dan kiri, memutar-mutar tubuh
Bagas, tersenyum, dan berkata. “Iya, lo ganteng pake setelan jas kaya gini.”
Sambil menghela napas, Bagas salah
tingkah. “May, kan gue udah ganteng nih. Lo juga lagi cantik pake kebaya kaya
gitu.”
“He.em, he.em, terus?”
“Emm”
Maya menatap Bagas dan menunggu kata
selanjutnya.
“Kan udah cocok tuh ya, elo lagi
cantik, dan gue juga lagi ganteng gitu.”
“Terus?”
“Lo seppvbenerya, blahh.”
“Aduh Bagas plis deh ngomongnya diatur,
kenapa, kenapa?”
“Lo mau gak jadi pasangan hidup
gue?” Bagas yang sedari tadi melihat kemana-mana, kini tertegun melihat
ekspresi wajah Maya. Menunggu jawaban.
“Lo sehat kan Gas?” Maya berkedip
dan mengangkat punggung badannya ke dahi Bagas. Erika yang sedari tadi menahan
napas untuk tidak tertawa mulai menampakkan suara tawanya. Ia menjauh untuk
melepas tawa sekeras-kerasnya, Maya mengikuti langkah Erika dan ikut merasakan
atmosfer tawa dari sahabatnya itu. Bagas tertegun dalam posisinya dan masih menerka
apa jawaban Maya setelah ini.
Komentar
Posting Komentar