Berbeda namun Tetap Berhubungan

Dunia saat ini sedang berada di dalam era globalisasi. Negara-negara maju berlomba menunjukkan entitasnya sebagai negara besar di dalam kancah globalisasi. Sebab, sejatinya globalisasi ingin menunjukkan 3 identitas utama yakni, demokratisasi, isu lingkungan hidup, dan hak asasi manusia.

Isu lingkungan hidup sendiri, menurut dosen Hubungan Internasional FISIP Unpad, Dr. H. Obsatar Sinaga, S.IP., M.Si., Indonesia kini terkena imbas dari isu lingkungan hidup. Menurutnya, saat ini banyak sekali produk-produk dari Indonesia yang ditekan karena isu lingkungan.

Di Belanda, banyak sekali kayu gelondongan Indonesia yang dibiarkan di sana. Penyebabnya, mereka menganggap kayu-kayu dari Indonesia merupakan hasil dari illegal logging

Berdasarkan informasi dari Pusat PengendalianDampak Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup, kualitas air sungai di 32 provinsi di Indonesia 82% tercemar berat, 13% tercemar sedang, 3% tercemar ringan, dan hanya 2% saja yang memenuhi kriteria sungai yang layak. Hal ini tentu saja menjadi perhatian dunia, sebab pencemaran di Indonesia telah melebih ambang batas. Kebijakan lingkungan hidup yang dibuat pun belum bisa menanggulangi permasalahan tersebut.

Anggaran untuk lingkungan hidup hanya sekitar 2,5% dari total anggaran negara. Jumlah anggaran tersebut kemudian dibagi-bagi lagi menjadi beberapa bagian, Kebijakan yang dibuat selama ini hanya berada pada tataran keinginan yang bersifat sensasional saja. Apabila pemerintah tidak tegas dalam menjalankan kebijakan dan menanggulangi isu tersebut, dikhawatirkan masyarakat tidak memiliki kepercayaan lagi kepada pemerintah.

Bukan hanya pemimpin, rakyat pun harus turut ambil bagian dalam penanggulangan isu ini. Seringkali masyarakat sering menyebut khawatir kehabisan energi. Bahkan ketika disebutkan bahwa cadangan energi nesional sudah mulai habis dan tidak ada pembaruan, masyarakat pun panik.

Kita selalu ingin sebuah kehadiran dan kemampuan dalam bidang energi. Padahal kemandirian dan kemampuan tersebut berbanding lurus dengan kondisi lingkungan,

Dan sekarang ..

Pandangan kaum skeptis mengenai pemanasan global lantaran efeknya yang memang tidak begitu cepat dirasakan oleh manusia mendorong tim ilmuwan dari University of California di Barkeley melakukan penelitian tentangnya. Dilansir usnews.com, Selasa (9/10/2012), tidak berbeda jauh dari penelitian-penelitian sebelumnya, kesimpulan dari hasil penelitian para ilmuwan di Berkeley menyebutkan pemanasan global bersifat sangat nyata. Terhitung sejak 1950-an bumi yang menjadi tempat tinggal manusia mengalami peningkatan pemanasan hingga 1°C.

Mengawali penelitiannya, Richard Muller bersama timnya yakni salah seorang pemenang Hadiah Nobel di bidang fisika 2011, Saul Perlmutter, mulai melakukan studi tentang suhu permukaan di dataran Berkeley. Tujuan studi tersebut adalah untuk melihat dan menilai keakuratan data temperatur lahan.

Tim juga melakukan analisis atas hasil 15 hasil studi sebelumnya serta berbagai kasus yang terjadi pada tahun 1800. Hasil kelompok itu selaras erat dengan temuan penelitian sebelumnya, termasuk yang dilakukan oleh NASA, Hadley Center, dan National Oceanic and Atmospheric Administration.

Kelompok ini menganalisis hampir semua data pada topik penelitian tentang iklim serta meneliti stasiun temperatur lima kali lebih banyak dibandingkan studi sebelumnya. Hasil penelitian selanjutnya dirilis dalam empat makalah ilmiah untuk didiskusikan dalam acara Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim berikutnya.

Selanjutnya, Muller mengatakan keprihatinan yang diajukan kaum skeptis mengenai pemanasan global secara khusus ditujukan pada efek panas perkotaan, miskinnya kualitas data stasiun temperatur  serta bias dalam seleksi data

“Namun kejutan terbesar kami adalah bahwa hasil penelitian yang terbaru ini selaras dengan nilai-nilai pemanasan yang dipublikasikan sebelumnya,” kata Muller dalam sebuah pernyataan.

Fakta ini menegaskan bahwa penelitian yang dilakukan dengan cermat dan hati-hati tidak akan terpengaruh oleh tudingan yang disampaikan kaum skeptis.

Muller dan putrinya, Elizabeth yang turut mendirikan proyek,  berharap penelitian ini akan membantu munculnya respons dari kaum skeptis. Elizabeth Muller juga berharap temuan mereka dapat mendinginkan perdebatan mengenai pemanasan global dengan memberikan bukti-bukti sah dan meyakinkan kepada kaum skeptis.

Studi ini menyimpulkan bahwa meskipun efek panas perkotaan nyata namun kondisi tersebut tidak memberikan banyak kontribusi terhadap peningkatan temperatur tanah global mengingat luasan daerah perkotaan kurang dari satu persen dari luas lahan secara keseluruhan di bumi. Para ilmuwan juga menemukan bahwa sepertiga dari stasiun melaporkan pendinginan global namun dua pertiga menunjukkan pemanasan global

Kedua topik ini memang berbeda, namun mereka memiliki kesamaan yang sangat berarti bagi bumi dan alam kita.

Komentar

Postingan Populer