Cerpen Baru 2016

Menyukaimu dalam Diam

Hari ini berbeda, aku berjalan ke salah satu gedung yang bertuliskan F3 pada dindingnya. Kulihat sekeliling, tak ada yang ku kenal. Ayahku hanya mengantarkan hingga gerbang depan dan berniat mencari makan siang. Aku benar-benar berjalan sendiri dalam tempat yang asing. Kulangkahkan kaki menuju lantai tiga, satu dua mahasiswa mengenakan seragam organisasi berjajar disetiap lantai. Mereka bertugas sebagai penunjuk arah bagi kami, mahasiswa baru. Sekilas teringat olehku ketika masih duduk dibangku SMA, menjalani kehidupan sebagai anggota OSIS dan menapaki kerajaan organisasi sekolah. Memberikan senyuman bagi adik tingkat yang merasa tersesat ketika mengelilingi sekolah. Senyuman pertama yang ku dapatkan digedung ini, berasal dari mereka. Setibanya di lantai tiga, beberapa dari mereka mempersilakanku masuk ruang 318. Nampaknya aku adalah mahasiswa terakhir yang tiba disini, terlihat banyak mahasiswa yang sedang bercengkerama dengan teman-teman barunya. Aku hanya berharap setidaknya ada satu orang yang mengenaliku dalam ruangan ini, satu per satu ku sisir wajah mereka. Pandanganku terhenti ketika MC yang juga memakai seragam organisasi mempersilakanku duduk, aku hanya tersenyum kecil dan mencari bangku paling belakang. Sepertinya memang tidak ada teman yang mengenaliku di ruangan ini. Kali ini aku merasa benar-benar sendiri, tak ada mahasiswa yang duduk sendirian sehingga aku tidak bisa mendekatinya. Saat ini yang aku tahu, mereka adalah mahasiswa yang sudah lebih dulu memasuki kampus ini jauh sebelum aku datang. Sangat jelas mengenai gerombolan-gerombolan gadis yang membicarakan banyak hal, mereka lebih dulu masuk dan lebih dulu mengenal satu sama lain. Sedangkan dibelakang ini, aku hanya bisa melihat gadis-gadis ini bercengkerama dengan rasa canggung jika masuk arena. Jurusanku lebih banyak menampung para gadis, tak ayal jika sekali aku menatap terlihat banyak kubu didalamnya. Alangkah menyedihkan ketika dari sekian banyak kubu diruangan ini, tak ada satupun kubu yang mengajakku bicara. Hingga akhirnya, seorang gadis memintaku untuk memfoto dirinya berdua. Aku merasa lega, pada akhirnya ada yang menganggapku sebagai manusia. Setelah dua kali aku berhasil mengambil gambar, ia memintaku untuk ikut dalam foto tersebut. Kita foto bertiga, aku melihat sesuatu yang aneh saat itu juga. Banyak orang yang memperhatikan kita dengan mata sinisnya dan kembali bercengkerama dengan teman-teman asyiknya itu. Aku tidak terlalu nyaman dengan suasana ini, namun gadis foto memperkenalkan dirinya padaku. Namanya Dina, dia paling nyentrik diantara semuanya. Muka chubby, alis tebal, lipstik merona, rambut bergelombang, itulah kesan pertama yang ku dapat darinya. Setelah itu ia memperkenalkan teman disampingnya kepadaku, Sinta, gadis pendiam dan manis. Nampaknya dia sangat berbeda dengan Dina, terlihat dari dandanannya yang sederhana namun tetap cantik dan anggun. Dina berharap kita bertiga akan satu rombel, aku tidak paham maksudnya dan aku hanya meng’iya’kan perkataannya.
***
Satu minggu aku akan bermalam di indekos sahabatku, Evika, bukan karena aku tidak menyewa kamar namun karena memilih untuk tinggal bersama adik ayahku akan lebih baik. Aku sadar hal itu akan merepotkan, namun sejujurnya rumah tanteku lebih dekat ke rumah daripada kampus. Ada alasan kuat untuk pulang tiap minggunya. Evika tidak sendiri karena ia bersama teman SMK-nya, Ainis, ia sangat baik padaku. Mengorbankan kamar itu untuk dihuni oleh tiga orang yang seharusnya hanya dua. Evika dan Ainis satu jurusan, mereka memiliki waktu yang berbeda denganku. Ketika aku mulai memasuki indekos tersebut, terlihat sepi dan panas. Aku tidak bisa memasuki kamarnya karena tidak ada kunci ditanganku, terpaksa aku harus menunggu didapur sendirian. Tak lama, seorang gadis menghampiriku dan mengajakku berkenalan. Dia adalah Arumi, gadis pendiam yang mencoba memecahkan kesendirianku didapur itu. Kita mulai nyaman karena satu jurusan, rumahnya pun dekat dengan kotaku sehingga aku dapat mengobrol banyak dengannya. Satu per satu penghuni indekos memasuki kamarnya, Arumi masih setia menemaniku hingga Evika dan Ainis datang. Aku berterimakasih kepadanya atas waktu yang lama. Evika mengenalkanku pada teman-teman barunya disini, ternyata ada Ayura dan Nabil. Mereka satu jurusan denganku, semakin banyak teman yang bisa aku ajak bicara, semakin aku bisa berangkat bersama ketika pengenalan program akademik. Nabil tinggal di daerah Jatingaleh, Semarang, ia hanya berencana menyewa kamar ini dalam satu bulan hingga pengenalan program akademik selesai. Ia anak yang energik dan supel, meskipun badannya kecil nampaknya dia anak yang fashionable. Sedangkan Ayura akan tetap menyewa kamar ini, disini ia menganggap perantauan. Badannya paling berisi diantara kami, meski begitu ia tidak pelit dalam berbagi makanan.
***
Ini tentang jurusanku, hari kedua program pengenalan akademik masih sama. Aku tetap merasa sendiri hingga akhirnya aku mendekati Arumi, Ayura, dan Nabil. Karena jadwal hari ini adalah pengisian KRS sekaligus pembagian kelas, maka akhirnya aku berpisah dengan mereka. Penyebutan kelas dalam Universitas kami adalah rombel atau singkatan dari rombongan belajar, aku teringat ketika Dina menginginkan aku dan Sinta satu rombel dengannya. Ternyata maksud rombel itu adalah kelas, namun kita sama-sama tidak berada dalam kelas yang sama. Dina ada di rombel 4, Sinta rombel 3, Arumi dan Ayura rombel 5, Nabil rombel 3, dan aku ada di rombel 7. Pemilihan rombel ini berdasarkan urutan nomor induk mahasiswa dan lagi-lagi aku berada didalam kelas yang semuanya belum aku kenal. Kesempatan untuk berkenalan terbuka sangat lebar, aku mulai mengeluarkan jurus SKSD ku dengan beberapa mahasiswi dan ditanggapi secara sinis, aku cukup sabar dengan ini karena kita berasal dari daerah yang berbeda. Hingga akhirnya aku bertemu dengan dua gadis yang tubuhnya tidak lebih besar dariku. Mereka adalah Novita dan Laila. Novita adalah gadis Jepara cerewet lebih dari yang kuduga, dia gadis supel yang senang bercerita tentang apapun. Aku ingat pertama kali bertemu dia ketika kita sama-sama menghadiri technical meeting orientasi kepramukaan fakultas. Sedangkan Laila adalah gadis pendiam yang lucu, ia berasal dari Tegal dan datang bersama logatnya. Kita bertiga memecah suasana dengan bermain logat, terkadang semua orang melihat kearah kami dan memandang aneh. Kami terlihat santai dengan semua itu dan pada akhirnya kita dipisahkan oleh kelompok.
***
Waktuku di Jurusan ini tidak banyak, 8 semester harus dapat ku tempuh dengan hasil yang terbaik. Menjalani waktu secara fokus dan tidak ada waktu bermain, hal ini aku terapkan karena aku harus keras pada diriku sendiri. Jika waktu selalu kugunakan untuk bermain, akan cepat berlalu dan tak dapat kunikmati waktu tersebut dalam mengekspresikan diri. Aku memiliki ritual bersama teman-teman kelas yang dirasa dekat denganku, sekali lagi aku tekankan. Bahwa hampir semua mahasiswi di kelasku berjenis kelamin perempuan, dan disetiap sudut dari gadis-gadis tersebut ada yang terlihat bergerombol. Jika ada yang bergerombol, tentunya ada juga yang sendiri. Baiknya, meskipun kelas selalu ada saja yang bergerombol. Mereka tidak pernah membiarkan satu orang merasa sendiri terlalu lama, ini terlihat dari kacamataku. Dari awal memasuki Jurusan ini, aku tak pernah menyukai kelompok yang berisi gadis-gadis cantik. Selain karena aku tidak secantik mereka, aku juga tidak suka menggerombol. Aku hanya ingin mengenal banyak orang tanpa membicarakan salah satu dari mereka dibelakang. Seseorang yang selalu tahu keadaanku adalah Ulfa, dia sahabat sekaligus partner OSIS terkeren yang pernah ku temui. Ulfa tahu aku tidak suka ada sekelompok orang yang membicarakan hal bersamaan, dia menyarankanku untuk selalu bergabung dengan kelompok tersebut. Tak peduli seberapa tidak dianggapnya kamu dalam kelompok itu, yang jelas niatanmu tidak jahat terhadap mereka. Hal itu selalu terngiang olehku, namun tidak kulakukan. Alasannya karena aku tidak ingin sok asik dengan masuk dalam dunia mereka dan lebih baik jika aku mendekati orang-orang yang sendiri karena terkadang berdua lebih baik.
Mengenai ritual, nampaknya aku nyaman dengan hal ini dan mungkin akan selalu seperti ini. Bersama teman terakrabku, Laila, Nenda, Indri, Ikha, dan Salsa, kita menyempatkan waktu bepergian sehari saja sebelum tugas berat melanda. Sekaligus reuni dan mengembara di langit Semarang.
***
Rabu merupakan hari yang sangat berat bagi kelas kita, disibukkan dengan jadwal kuliah yang teramat padat, tugas-tugas yang melanda setiap harinya, dan mencoba untuk bolak-balik perpustakaan mencari buku sepadan. Aku menemani Indri mencari buku yang ia butuhkan, setelah dirasa cukup dan berguna ia langsung menuju meja pemesanan dan mengeluarkan kartu tanda mahasiswanya. Indri mengajakku pulang, namun ia berbincang sejenak dengan seorang laki-laki yang ia kenal. Laki-laki ini berasal dari jurusan yang berbeda dengan kami, meskipun satu jurusan aku belum pernah melihatnya sebelum ini. Dia adalah ketua komunitas di daerahnya, aku hanya dapat mendengarkan mereka tanpa berbicara apapun. Aku agak bosan sebenarnya, namun keduanya tampak asik dan aku hanya diam sembari memperhatikan laki-laki ini yang sedikit tersenyum kepadaku. Nampaknya ia memahami ekspresiku, ia mencoba menghentikan pembicaraan dengan Indri perlahan. Indri pun mengajakku pulang pada akhirnya.
Aku bertemu dengannya lagi, di dekanat tepatnya, seseorang yang kutemui bersama Indri minggu lalu. Hanya sebenarnya, Indri yang berbincang dengan laki-laki itu. Tak tahu mengapa, aku ingin menghindar. Kita dalam jalur yang berlawanan, setelah dekat aku mencoba untuk berlari meninggalkannya. Rasa gugup menghampiri wajahku dan aku mencoba untuk melupakannya. Hal ini terus terjadi ketika bertemu dengannya kembali, kali ini teman-temanku sadar akan tingkahku. Mereka menyadari bahwa aku menyukainya, tidak, aku hanya mengaguminya. Kagum karena ia adalah seorang pemimpin komunitas sekaligus pemimpin organisasi Jurusannya.
***
Rumor bahwa adanya ketua organisasi Jurusan ingin menjabat sebagai ketua BEM Fakultas menyeruak ke publik, hal ini disampaikan terang-terangan oleh Laila dan Nenda selaku anggota dari BEM Fakultas kami. Aku bukan tipe orang yang selalu ingin tahu perkembangan organisasi kampus, selain karena aku tidak terlibat didalamnya, aku masih terlalu fokus terhadap urusanku sendiri. Ternyata pemilihan ketua di Universitas sangat berbeda dengan pemilihan ketua OSIS ku dulu, dan semua ini terlalu sulit untuk dicerna oleh otakku yang super lemot ini. Mereka menyebut seseorang yang ku kagumi satu tahun yang lalu, laki-laki yang kulihat bersahaja dan bercakap dengan Indri begitu lama. Ia mencalonkan diri sebagai ketua BEM periode ini, dan situasi ini membuatku penasaran dan ingin tahu lebih banyak mengenai dirinya. Melalui Indri, Nenda, dan Laila, aku paham segalanya. Kurasa ada yang ingin mendekati seseorang yang ku kagumi, naluri seorang gadis yang sensitif jika orang yang ia kepoin selama ini mulai berkerja. Memang benar, ada seseorang yang tersipu ketika Indri memperlihatkan chat BBM nya dengan calon ketua kepada gadis ini. Aku merasa terancam, seseorang yang ku kenal, yang ku tak suka, yang selalu mencari perhatian setiap laki-laki yang ia kenal, yang tiap malam menyebar informasi ke semua orang mengenai mantannya yang telah tiada, kini ia mulai menyukai laki-laki yang ku kagumi. Beruntung ia belum memiliki kontak dari laki-laki yang ku kagumi, namun aku akan lebih tak suka jika ia mendapatkan kontak tersebut.
Hari ini adalah hari terakhir kampanye calon ketua lembaga kemahasiswaan di fakultasku, tentunya aku dapat melihat laki-laki yang ku kagumi dan mendengarkan pemikirannya. Laila dan Nenda mengajakku melihat lebih dekat, namun aku memutuskan untuk melihat diseberang jalan bersama Indri. Pemikiran dan gaya bicaranya sangat berwibawa, bertolak belakang dengan kesehariannya yang terkenal santai dikalangan mahasiswa daerahnya. Namun aku tidak yakin ia berhasil memenangkan pemilihan ketua nantinya. Ia bukan mahasiswa dari BEM, tentunya ia akan ditinggalkan anggota BEM terdahulu jika terpilih. Sama halnya ketika pemilihan ketua OSIS dimana calonnya adalah orang dari luar organisasi, aku tidak akan setuju jika hal itu terjadi. Mereka tidak mengetahui seluk beluk organisasi yang baru ia jalankan nantinya, lebih baik jika mereka mendaftar menjadi anggota dan menyampaikan aspirasinya. Mengenal terlebih dahulu sebelum mencalonkan diri menjadi ketua.
***
Prediksiku bulan lalu benar, ia tidak terpilih menjadi ketua BEM periode ini. Laila menunjukkan perbedaan hasilnya padaku, ia sedikit kesal dengan laki-laki ini karena suatu hal. Aku hanya bisa menenangkan emosinya, postingan laki-laki yang ku kagumi menurunkan derajat kekagumanku. Ia seakan-akan tidak puas dengan hasilnya dan tidak berlapang dada. Kata-kata yang seharusnya tidak ia keluarkan ketika emosi, jika aku berhasil mendekatinya sejak lama. Mungkin kata-kata itu tidak akan muncul, ia perlu seseorang untuk menenangkan emosinya. Pemikiranku seakan-akan ingin sekali mendekatinya sejak lama, aku bukan tipikal orang yang berani menyatakan sesuatu secara gamblang, bukan tipikal orang yang berani mendekati seseorang terlebih dulu. Aku tersadar, bahwa aku tidak hanya mengaguminya, kini aku mulai menyukainya, dalam diam.
***
Aku mendengar seorang gadis yang menyukai laki-laki yang ku suka meminta satu hal kepada Indri pagi ini. Ia menginginkan Indri mengenalkan dirinya pada laki-laki itu, persetan dengan semua itu kini aku benar-benar membenci gadis ini. Ia meminjam smartphone Indri dan menyalin pin blackberry messenger laki-laki itu ke ponselnya, aku semakin muak dengan perilakunya. Tak cukupkah dia mendekati banyak laki-laki di fakultas ini, kenapa harus orang yang ku suka? Aku hanya berharap laki-laki ini tidak membuatnya berperasaan lebih, ia tipikal gadis yang haus akan perhatian seorang laki-laki sebayanya.
Akibat dari ia memiliki pin bbm laki-laki yang kusuka, kini setiap pagi ia menemui Indri untuk melapor. Dari semua laporan yang ia berikan, tak satupun ada laporan dimana laki-laki itu memulai percakapan dengan gadis ini. Itu artinya, setiap mereka berkomunikasi, gadis ini yang selalu memulai dan laki-laki yang kusuka tidak memulai percakapan dengan gadis ini. Perfect! Aku suka hal yang satu ini. Hal yang tak kusuka ketika ia bilang bahwa nanti malam ia akan diajak makan bersama laki-laki itu, kali ini aku cukup kaget dan memutuskan untuk keluar kelas. Nampaknya dosen berpihak padaku, beliau tak kunjung datang hingga saat ini. Aku berniat untuk pergi ke kamar mandi sebelum akhirnya bertabrakan dengan seorang laki-laki berbadan tegap. Ia berulang kali meminta maaf dan menanyakan keadaanku, ia membantuku berdiri. Seketika aku melihat wajahnya dan membelalakkan mata. Ia adalah laki-laki yang selama ini aku suka, agar ia tak curiga aku berusaha melangkahkan kaki yang berat, setelah berkata tidak apa-apa aku melangkah pergi namun ia menarik lenganku.
“Dek, kamu temen sekelasnya dek Indri kan?” satu kalimat yang benar-benar membuatku tercengang. Aku hanya bisa mengangguk tanpa menutup mulutku yang sedari tadi menganga. “Aku nitip surat dispensasi ke dia ya, ini bla bla bla bla bla (ia berbicara panjang lebar namun aku hanya dapat menatap matanya yang sedari tadi menunjukkan surat-surat itu kepadaku, hingga akhirnya ia menutup perkataannya) nah itu aja, tolong sampaikan ke dek Indri ya dek?” Aku mencoba melihat surat tersebut agar ia tak curiga, “Hah? Eh, Oh, iya iya Mas, nanti aku sampaikan ke Indri.” Aku mencoba tersenyum samar ke laki-laki ini dan memberanikan diri bertanya. “Kok enggak langsung ke Indri Mas? Dosennya belum masuk kok.” Ia tersenyum manis sekali dan menjawab, “Aku males ketemu orang dikelasmu dek, orangnya baper banget kalo ketemu aku. Untung aja aku ketemu kamu disini, syukurlah aku ga ketemu dia lagi.” Secercah harapan muncul, “Maksud Mas, si Mely?” pertanyaan yang seharusnya tidak ku tanyakan. Aku takut dia curiga dan bertanya macam-macam kepadaku. “Iya dek, dek Mely. Loh, kok kamu tahu?” Laki-laki itu menjawab dan aku lagi-lagi tertangkap basah menganga didepannya, aku berpikir keras ingin menjawab apa. Hingga akhirnya ia mengakhiri pembicaraan kami, “Ah maaf dek, aku buru-buru. Tolong ya sampaikan surat ini ke dek Indri, makasih ya sebelumnya.” Laki-laki ini tersenyum kecil dan pergi. Sebelum aku berbalik, ia memenggilku dan menanyakan nama. Ia berkata akan menghubungi Indri tentang surat itu, aku mengangguk dan pergi. Benar-benar pertemuan yang membuatku terhenyak, aku gak akan tidur untuk mata kuliah kali ini.
Aku memasuki kelas dengan perasaan teramat gembira, kulihat Mely, seseorang yang menyukai laki-laki yang ku suka, masih membicarakan rencana makan malamnya dengan laki-laki itu. Aku memasuki obrolan mereka dengan suka cita, Mely menanyaiku tentang baju apa yang tepat kugunakan saat makan malam nanti. Aku memberikannya saran semampuku, seikhlasku, dan memberikan trik berdandan yang cantik saat makan malam dengan seseorang yang disukai. Ku rasa Mely menyukai saranku dan menghentikan percakapannya, aku tersenyum lebar kearahnya. Nenda dan Indri saling bertatap mendengarkanku berbicara hingga akhirnya Mely menempati bangkunya sendiri. Indri mendekatiku dan bertanya, aku hanya memberikan surat titipan dari laki-laki yang ku suka kepadanya seraya menceritakan pertemuan singkatku dengan laki-laki itu. Indri mengerti dan membagikan ceritanya ke Nenda, mereka terbahak bersama.
Ketika kelas selesai, kita turun ke lantai satu dan kudapati Mely sedang berbincang dihadapan laki-laki yang ku suka. Aku hanya berpikir kasihan juga laki-laki ini, harapannya untuk tidak bertemu dikampus dengan Mely hilang seketika. Kami, aku, Indri, Nenda, Salsa, dan Laila berniat untuk makan siang dikantin namun langkah kami terhenti ketika laki-laki yang kusuka memanggil Idri dan menghampiri kami. Sialnya, Mely ikut membuntutinya. Ia bertanya apakah surat yang dititipkan ke aku sudah sampai ke Indri atau belum, ia kembali menanyakan namaku dan aku tersipu.”Oh iya, dek Anita. Salam kenal ya dek,” aku hanya mengangguk dan menampakkan senyuman kecil. Kulihat Mely bingung dengan keadaan ini, sehingga akhirnya ia bertanya “Loh, kapan Anit sama Mas Elang ketemu?” aku hanya bisa menganga dan laki-laki ini yang menjawab. Ia mengedipkan sebelah matanya kepadaku untuk meminta dukungan, aku mengikuti permainannya dan Mely percaya. Nampaknya pagi tadi mereka telah bertemu sehingga Mas Elang, orang yang ku suka, berkata bahwa kami bertemu kemarin sore. Aku hanya bisa tersenyum dan selalu tersenyum. Hingga akhirnya teman-temanku menarik tanganku kearah kantin.
***
Hari ini Mely nampak murung, ia tak seperti hari-hari kemarin. Aku dapat menebak apa yang terjadi, kini aku bingung harus berperasaan apa ketika mendekatinya. Seperti biasa, aku hanya akan mendengarkan dia bercerita ke Indri. Tebakanku benar, setelah Indri duduk ia langsung menghampiri dan bercerita tentang kejadian semalam. Ternyata ia memang benar-benar berani mengungkapkan perasaannya kepada Mas Elang, bukan laki-laki itu yang menyatakan perasaan, melainkan Mely sendiri. Kini aku benar-benar heran dengan sikapnya, seberanikah itu seorang gadis ketika sudah dekat dengan laki-laki yang ia suka? Indri mencoba menghibur Mely yang sedang patah hati, rupanya laki-laki itu menolak perasaannya. Sekali lagi, kini aku bingung harus menampakkan ekspresi apa didepan wajah Mely. Indri menatapku dengan sedikit senyuman, hingga akhirnya Mely berkata bahwa ada seseorang yang Mas Elang suka dikelas ini. Secara spontan aku melihat kearahnya, “Aku penasaran In, siapa ya yang Mas Elang suka? Katanya sih temen kamu In, atau jangan-jangan.” Mely melirik ke arah Indri dan berpindah tempat duduk ketika dosen datang. Aku penasaran tentang kalimat Mely yang terakhir, siapa gadis yang Mas Elang suka dikelas ini. Nampaknya aku masih harus patah hati ketika suatu saat aku mendapati ada seseorang dikelas ini yang bergandengan tangan dengan laki-laki yang ku suka. Oh, setidaknya ia mulai mengetahui namaku.


TAMAT

Komentar

Postingan Populer