Atas Restu Allah

Kegagalan Mendewasakanku


       Satu per satu dari mereka, teman-temanku, telah menemukan oase kesuksesan mereka. Entah dari zaman kita sebelum ujian, SNMPTN, SBMPTN, UM, UMBPT, kedinasan, maupun swasta yang masih setengah-setengah mereka jalani. Aku turut senang dengan awal kesuksesan mereka ini, tapi jujur, kadang aku iri dengan mereka yang semudah itu masuk PTN favorit. Mereka telah diberikan jalan yang begitu lapang sedangkan aku masih harus mencari ridho-Nya.

*flashback*

       Bersama Kamelia ku buka website Akademi Meteorologi dan Geofisika (AMG) untuk melakukan pendaftaran online, dimana kami sama-sama berdoa agar bisa satu kampus dan dengan mudahnya lolos disetiap tes. Disekeliling kami, termasuk Putri sedang mengisi data online diwebsite UNS, dan Tiara yang dari dulu kepengen banget masuk UNDIP. Merekapun berharap dapat ketrima di kampus pilihannya itu, terlalu siang untukku dan Kamelia berlama-lama di lab.TI sekolahku.

       Satu bulan setelah itu, aku dan Kamel berangkat ke Jogja dengan hari dan jam yang berbeda untuk melakukan tes TKD. Hasilnya diketahui saat itu juga dan ternyata hanya aku yang lolos, Kamel mendapatkan nilai mati sehingga tidak bisa melanjutkan ke tahap selanjutnya. Satu bulan setelah pengumuman itu, aku berangkat ke Jogja lagi untuk tes tahap 2 TKA. Saking semangatnya, aku gak bawa camilan untuk dimakan sebelum tes. Alhasil, saat diruangan aku merasa kelaparan plus dihadapkan pada soal-soal seabrek yang materinya bukan asli materi UN. Soal-soal itu acak, mulai dari kelas 1-3 SMA dan aku gak beli buku khusus soal AMG dan hasil dari kesemua itu, aku dinyatakan tidak lolos tahap ke-2. jlebb.

*end*

       Dari berbagai macam Universitas dan Institut, aku hanya ingin memilih satu sekolah yang bisa membanggakan kedua orang tuaku. Sekolah Kedinasan, alasan itulah yang membuatku berfikir untuk memilih satu pilihan pada SNMPTN. Aku memilihnya karena aku berfikir bahwa setelah sekolah, aku akan mendapatkan pekerjaan sesuai bidangku.

*flashback*

       Pilihan SNMPTNku tertuju pada Meteorologi, hanya ada dua Institut yang memiliki fakultas itu, ITB dan IPB. Dari awal aku lebih tertarik di fakultas Meteorologi ITB daripada Meteorologi Terapan IPB. Sebelum memilihnya, aku selalu konsultasi kepada Bu Mar, guru BP yang paling enak diajak curhat. Beliau memberiku saran untuk dapat berkonsultasi kembali ke orang tuaku dan memantapkan pilihan. Setelah deal, aku merasa aneh, apa aku akan ketrima jika hanya memilih satu. Sekali lagi aku diingatkan beliau “Kalau Allah berkehendak, siapa tau malah ketrima.”  Akupun yakin dengan pilihanku itu. Dari dulu ibuku kurang setuju aku masuk bangku kuliah, beliau lebih bangga aku masuk sekolah kedinasan. Karena itu, aku mendapatkan kartu merah dalam SNMPTN yang artinya fakultas Meteorologi tidak dapat kusandang di ITB.

*end*

       Kegagalan kedua yang kualami, aku yakin berarti ini bukan jalanku, Allah belum meridhoi. Karena ridho orang tua pun juga ridho Allah. Kadang aku iri dengan Ledy yang sudah diterima di SBM ITB, Kamelia di UNS jurusan Psikologi, Ufa di UGM dengan Kehutanannya, serta Putri di UNS jurusan Manajemen. Tapi aku yakin, orang tuaku telah memberikan jalan terbaik untukku, maksud ibuk baik banget, beliau gak mau aku nganggur setelah kuliah. Makanya aku disuruh ambil sekolah kedinasan aja, dimana setelah pendidikan aku bisa langsung dapat kerja. Kebanyakan anak dari teman ayahku masuk sekolah kedinasan/Ikatan dinas, mungkin itu salah satu alasan juga. Mereka ingin mengajariku kedisiplinan dan masuk sekolah semi militer, dari kecil aku selalu diajak ke rumah temen ayah dimana anak-anaknya telah sukses keluar dari AKMIL, Pelayaran, Penerbangan, KOWAD, dan masih banyak lagi. Sungguh, fotonya terpampang di ruang tamu mereka dengan gagahnya. Karena aku gak cukup tinggi, aku diarahkan untuk ke STAN.

*flashback*

       Sekitar tiga bulan yang lalu aku ikut bimbingan belajar masuk STAN di Solo, aku berangkat sendiri dari Boyolali. Baru kali ini aku dilepas untuk pergi sendirian tanpa diantar ayahku, pengalaman yang bisa disebut juga perjuangan. Aku masuk kelas siang, sekelas dengan Ambon dan Bela Sekar. Kelasnya hening tapi sumpek, lain waktu mungkin aku agak pagian untuk berangkat biar gak ngos-ngosan. Aku kenal banyak orang baru disini, dari berbagai daerah tapi bukan daerah Solo. Saat sebelum masuk kelas kita curhat Universitas satu sama lain, ternyata orang yang ingin masuk STAN banyak banget bahkan mereka yang sudah punya cadangan tempat kuliah juga daftar. Tapi aku gak nyerah, orang tuaku udah keluar duit banyak buatku. Semakin percaya diri aku bisa masuk sekolah favoritku ini. Hari terakhir kami les, tepatnya Jumat kala itu ada perpisahan seluruh peserta bimbel. Aku bersama Bela, Linda, Hani, Ika, Reno sama satu lagi siapa gitu aku lupa namanya, makan bareng disebelah kampus UNS. Sambil nunggu yang pada Jumatan, pengennya sih foto bareng, tapi udah keburu masuk. Yasudahlah, kita sangat akrab ketika akan berpisah hanya doa dari masing-masing yang akan menemukan kita kembali. 

       Dua minggu kemudian, pengumuman STAN  telah ada. Banyak orang yang gak tau jika meraka tidak sering update websitenya, karena pengumuman dimajukan. Malam itu adalah malam dimana aku dirumah sendirian sementara keluargaku sedang mengikuti sholat tarawih, aku buka pengumumannya dan ternyata namaku tidak tertera disetiap lampiran itu. Aku kecewa, aku terpuruk, aku merasa sangat mengecewakan kedua orang tuaku, dan aku menangis dihadapan mereka. Asli mereka sangat kecewa, segala upaya telah dilakukan namun itu semua tetap belum diridhoi Allah SWT. Aku merasa sangat menyesal karena membuat mereka sedih, rasanya sungguh iri dengan mereka-mereka yang telah mendapatkan sekolah serta diterima. Sedangkan aku? Dua hari menangis tak membuatku lega, Pikiranku masih tertuju pada sekolah favoritku itu, hingga akhirnya ponselku berbunyi. Satu pesan dari Brada lagi, sejak kemarin aku sengaja tdk membalas pesannya. Kini aku bisa sedikit terbuka dengannya, menceritakan hal yang sangat menyedihkan kemarin. Semua kata-katanya bisa membuatku mulai ceria. Setelah kejadian itu aku memutuskan untuk keluar rumah dan share semuanya ke Rima, Alifa, dan Risty. Mereka sahabatku saat masih duduk di bangku MIN. Mereka menguatkanku, serta menghiburku.

*end*

       Satu lagi sahabatku yang telah mendapatkan gerbang kesuksesannya, Brada, ia diterima di UGM jurusan Kartografi. Terkadang aku berfikir, dulu aku selalu dimudahkan oleh Allah setiap hendak mendapatkan sekolah. Entah itu masuk TK, MIN/SD, SMP, hingga SMA, dan kini Allah sedang mengujiku dimana jalanku untuk ke bangku kuliah tidak semulus saat aku mulai beranjak dari kecil saat itu. Akupun berfikir bahwa Allah marah padaku, karena sholatku masih saja tertunda. Entah apapun alasannya pasti sulit untuk bisa sholat lima waktu diawal waktu. Atau mungkin aku meremehkan sesuatu. Allah memiliki rencana yang baik untukku, aku yakin itu.

*flashback*

        Disamping aku menunggu pengumuman STAN, aku ikutan daftar STPN. Sekolah kedinasan (lagi) yang diajukan ayahku, disana ada syarat tinggi minimal untuk cewek 160cm sedangkan aku hanya 159cm. Awalnya aku ragu untuk ikut, namun atas bujukan orang tuaku dan kemauanku yang memang ingin sekolah kedinasan, akhirnya aku ikut daftar. Seluruh berkas telah terkirim, tiba saatnya ada pengukuran tinggi badan di kampus STPN. Seperti biasa, aku ke Jogja dianter Bp.Waryono, ayahku, sampai disana paling pagi dari semuanya. Maklum lah, kami selalu datang satu jam sebelum pelaksanaan, dan senangnya aku mendapat pemandangan  kakak angkatan yang akan masuk kelas mereka. Tampaknya mereka sedang Ujian Semester, pemandangan yang sungguh mengesankan. Sang Taruna yang gagah, tinggi, keren, pasti perutnya six pack, dengan baju yang memang dibuat ketat akar kelihatan cool, tapi mereka memang cool, hmm jadi pengen punya pacar taruna, pasti mereka juga pinter-pinter. Sang Taruni yang tinggi, bobot tubuhnya ideal, jalan aja tegap banget, sayangnya aku kurang suka dengan model jilbabnya, gak dimasukkan, jadi terlihat kurang rapi. Tepat pukul 09.00 peserta diharap memasuki aula untuk absensi, karena aku gak suka sendirian, ku dekati salah seorang peserta yang datang dari Jawa Timur. Ardiana, satu nama yang kuingat, kemudian berkenalan dengan dua cewek dari Kendal, dan dua cewek dari Malang. Satu persatu dari kami masuk ke ruang pengukuran, tiba giliranku.

“Terakhir ngukur kapan?” tanya petugas absensi.
“Mmm satu tahun yang lalu, pak.” jawabku ragu
“Tahun ini udah nambah belum?” tanyanya dengan raut wajah menghina (aku gak tau dia serius apa bercanda)
“Ya semoga saja sudah.”

       Aku mulai mengukur, dan hasilnya adalah, 159.2, jadi pertambahan tinggiku selama setahun hanya 0,2cm? Sure? Aku pulang dengan sesenggukan dibahu ayahku.

*end*

       Aku ini orangnya gampang banget nangis, setiap ada kejadian yang bisa bikin nangis ya saat itu juga aku nangis. Pengumuman ketidaklulusanku di STPN barengan sama pengumumanku gagal di STAN. Sebelum aku ikut daftar ketiga sekolah kedinasan ini, aku pernah beranggapan bahwa aku pasti bisa melewati ini. Aku masuk SMANSA aja melalui tes, dan aku ketrima. Harusnya aku bisa dong masuk di sekolah kedinasan? Kesombongan itu terus membayangiku, aku sering meremehkan sesuatu yang malah membuatku kecewa dengan hasil jerih payahku. Kadang aku hanya belajar seadanya, berdoa panjang dan khusyuk jika kumau, baca Al Quran gak rutin. Allah tau, semua usahaku itu kurang maksimal. Sesungguhnya Allah selalu ada bersamaku jika aku ma uterus meminta kepadanya. Tapi, dari keempat kegagalan itu, Allah punya rencana lain.

*flashback*

       Aku, Tiara, Chaky, Ambon, sering banget bolak balik SMANSA, entah untuk curhat, ngerjain soal bareng (lagi), legalisir rapor, ambil ijazah, ambil skhu. Sering banget aku malu ketemu temen-temen dan guru-guru, setiap ketemu pasti tanya, “sekarang dimana?” rasanya jlebb banget harus jawab “aku belum, masih daftar.” meskipun emang bener. Atas saran Brada, aku ikut UMBPT UNS dan SV UGM, setelah fix, Tiara kasih saran buat daftar di UNNES, akupun ikut daftar. Beberapa hari setelah lebaran, aku dan Ambar berangkat bareng ke UNS. Lokasi tesku panlok Surakarta, cari ruangan yang luas itu, naik turun tangga, hingga mendapati soal yang sebegitu sulit menurutku. Setelah selesai, kita share apa yang kita rasakan masing-masing sambil makan di Es Kobar.

       Dua hari setelah UMBPT, aku langsung menuju Semarang untuk melakukan tes UM UNNES. Baru kali ini aku merasakan perjalanan untuk berjuang di Semarang, view nya indah banget. Full pegunungan, iyalah daerah Gunung sih. Sampai di tujuan, aku bertemu anak-anak Kendal. Langsung gabung aja dengan mereka, lagian aku disini juga sendirian. Ambar deketan ruangan sama si Tiara, masuk ruangan, aku grogi karna gak bawa ijazah. Sebenernya gak papa sama pengawasnya, tapi akunya mungkin yang lebay. Terus ngerjain soal, namun sebelumnya aku perbanyak dzikir dan doa. Keluar-keluar, laperku kambuh deh gara-gara puasa pas tes tadi.

       Empat hari setelah UM UNNES, aku main ke Jogja untuk ikut UTUL SV UGM. Jogja lagii, Jogja lagii, sampe hafal aku jalan ke Jogja lewat Klaten -__- Kini aku bawa roti biar gak kelaperan disela-sela jadwal tesku. Senengnya, aku kini sebelah ruangan sama si Tiara, jadi ada temen ngobrol lah. Lucunya, dia ditinggal papanya kerja, jadi dia sebatang kara saat tes disana :D setelah melewati tahapan tesnya, kami pulang dan berharap mendapat berita gembira.

*end*

        Pengumuman UNNES yang jadwalnya persis saat UTUL SV UGM, berubah tiga hari setelah itu. Tanggal 12 pukul 11. Rasanya bikin penasaran, kenapa harus diundur. Tanggal 11, aku sudah siap untuk kalah, aku janji pada diriku sendiri bahwa kalau aku lagi-lagi enggak diterima. Itu berarti Allah belum meridhoi ku dan aku harus siap dengan apapun keputusan-Nya. Kubuka website spmb dan kuketikkan namaku berulang kali, kukira pulsa modemku habis jadi tak ada respon dari web itu. kucoba memasukkan nomor pendaftaran, dan ternyata aku dinyatakan tidak lolos umbpt. Yasudahlah, aku sudah janji siap kalah. Masih nunggu dua Universitas esok hari, aku pergi kerumah Evi untuk sekedar share apa yang kurasakan selama ini dan kegagalan yang terus menerus kualami. Dia telah diterima di UNNES jurusan Akuntansi, kadang aku kepengen satu sekolah lagi dengannya. Satu lagi temanku yang selama gagal bersama ini selalu share apa yang kami rasakan bersama, Dika Pujiastuti, dia ketrima di UNS jurusan Sosiologi.

       Seperti telah kebal gagal, Allah menguatkanku, untuk selanjutnya kubuka pengumuman SV UGM pagi sekali pikirku agar tidak terlalu lemot. Setelah kuketikkan nomor pendaftaran, ternyata aku belum mendapatkan Ridho-Nya untuk kuliah di UGM. Aku gak berani bilang orang tuaku karena aku takut, aku telah mengecewakan mereka berulang kali. Mungkin lebih baik jika aku memberi tahu mereka barengan sama UNNES, supaya jika gak ketrima dua duanya aku bisa sedikit tenang. Waktu menunjukkan pukul 11.30, aku coba buka website UNNES. Ternyata pengumuman diundur lagi jam 1 siang, dengan penasaran, ibuk tanya UGM nya gimana. Karena aku gak mau lama-lama nyimpen, akhirnya aku bilang aja kalau gak diterima. Raut wajahnya sedikit kecewa

Nikmat-Nya sungguh luar biasa

       Waktu menunjukkan pukul 1.15 siang, waktunya membuka pengumuman, terakhir bagiku. Jika aku memang belum bisa kuliah tahun ini, tak apalah. Yang jelas, usahaku maksimal meskipun banyak godaan. Tak biasanya kubuka pengumuman lewat ponsel, karena sulit terkoneksi lewat modem. Dengan semangat dan berhati-hati, kuurutkan nomor peserta yang ada di kartuku. Kemudian klik Lihat. Begitu melihat hasilnya, sungguh aku merasa gak percaya bahwa aku diterima di S1 Kesehatan Masyarakat. Kututup opera mini yang ada di ponselku kemudian kubuka kembali, kumasukkan nomor peserta ku lagi dan ku lihat. Ternyata memang benar, itu namaku, Alhamdulillah diterima, di UNNES, di Semarang. Satu kota yang baru sekali kudatangi untuk berjuang mencari sekolah, satu kampus yang kupilih Sarjana, diantara semua sekolah yang kudaftar hanya menyangkut D3, kampus yang menerimaku dibidang kesehatan. Jika diingat kembali, dari kecil aku kepengen banget jadi dokter, bukan hanya cita-cita anak kecil, dan mungkin ini yang Allah kasih kepadaku. Kuliah di jurusan kesehatan, seperti awal jurusan yang sangat kudambakan. Meskipun bukan dokter, karena Sesungguhnya hanya Allah yang tau apa yang kumau dan kumampu. Rencana-Nya memang sungguh indah, kini aku tak perlu menunggu setahun untuk kuliah, Allah telah membukakan jalan dan ridho-Nya untukku. Alhamdulillahirrabbilalamin. Allah memang adil. Aku takkan melupakan kata-kata mamanya Tiara, “Inget perjuangan yang sulit saat ingin masuk kuliah, makanya itu bisa jadi semangat saat kuliah nanti.” Teruntuk ibuk dan bapak, aku akan membuat kalian bangga. Aku akan berusaha yang terbaik untuk kalian, aku gak akan mengecewakan kalian lagi atas ridho-Nya. Amin.

        Aku dan Tiara sama-sama di UNNES, ia diterima di Teknik Kimia kami telah menyusul sahabat-sahabat kami yang telah lama mendapatkan jalan kesuksesan mereka. Semua ini berkat perjuangan dan doa, serta yang terpenting adalah Ridho-nya. Allah tau apa yang kumau dan kumampu. :)



Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer