cerbung eps terakhir
Saat
ini aku kuliah di Fakultas Kedoteran Yogyakarta. Dan semua itu berkat dukungan dari Roby,
awalnya aku ragu karena aku merasa otakku tidak mampu tuk bersaing di sebuah
Universitas yang aku incar dari dulu itu. Namun semua keminderanku dapat
kuatasi, dan itu semua berkat usahaku sendiri. Aku merasa diriku lebih
dijunjung oleh kedua orang tuaku karena aku bisa masuk ke sebuah Universitas
terkemuka di Yogya.
Dan
kini aku selalu mendengar ada pertengkaran antara ayahku dengan Roby, aku tak
tahu mengapa karena bunda tak mau menceritakannya lewat telfon. Sampai akhirnya
aku pulang ke Semarang untuk melihat keadaan mereka. Namun saat ku sampai di
rumah, hanya ada bundaku yang terduduk lemas di sofa. Dia menceritakan semua
yang terjadi belakangan ini, Roby kabur karena dia tak ingin menjadi pengganti
ayah menjadi seorang direktur di kantornya. Namun ayah memaksa Roby untuk
meneruskan langkahnya kelak. Dan satu-satunya cara agar dia tidak dipaksa lagi
oleh ayah adalah, melarikan diri.
Aku
urungkan niatku untuk pergi bersama ayah mencari Roby, sekiranya aku tahu
dimana tempat persembunyiannya selama ia kabur. Setelah orang tuaku pergi
mencari Roby, aku segera mengambil motorku ke garasi. Aku tak mengerti kenapa
Roby bisa bersikap seperti ini, rasanya ia bisa bersikap lebih dewasa untuk
menghadapi masalah ini. Ternyata dugaanku benar, Roby ada di sebuah gubuk anak
jalanan yang sering ia kunjungi beberapa hari ini. Dia kaget melihatku, namun
akhirnya dia ceritakan semua masalanya. Termasuk alasannya menolak bujukan ayah
selama ini. Dia hanya ingin berbagi dengan sesamanya dan ingin hidup dalam
kesederhanaan. Dia tak ingin menjadi
seorang direktur yang kerjanya menyuruh pekerjanya. Karena dia memilih menjadi
dirinya sendiri yang dapat membantu dan mengajari anak-anak yang putus sekolah
ketimbang menjadi orang besar di perusahaan ayah.
Mendengar
cerita dan prinsip Roby, aku menjadi teringat akan posisiku di rumah mereka.
Aku seakan dimanja ayah dan bunda sehingga aku tak bisa mandiri seperti Roby.
Perkataanya sungguh berwibawa, tak heran jika ayah begitu sangat
membanggakannya. Dia tak mau pulang, akupun pulang dengan perasaan tak karuan.
Aku merasa menjadi orang yang egois di dunia ini. Sampai di rumah, terlihat
bundaku yang masih menangis. Aku tak mau memberi tahu mereka dahulu karena Roby
tak mengijinkanku berbicara.
Setelah
diberi tahu ayah tentang kejadian ini, aku seperti mendapat ilham untuk membela
Roby di depan ayah. Aku teringat semua perkataannya tadi sore, dan sepertinya
ayah mulai mengerti apa yang ada dipikiran Roby. Besok aku harus kembali ke Yogya untuk melanjutkan sekolahku, akan kuberi tahu ayah dimana Roby berada dua
hari kedepan karena aku tak ingin melihat bunda secemas ini.
Roby
akhirnya pulang ke rumah atas bujukan bunda. Ia juga merasa dirinya salah
mengambil keputusan untuk kabur dari rumah, ia sempat marah padaku karena
memberitahu ayah tentang tempat persembunyiannya. Namun itu tak berlangsung
lama karena ia bukan tipe anak yang pendendam. Dan kejadian kemarin telah
menyadarkan ayah bahwa suatu kegiatan yang dilakukan dengan terpaksa tidak akan
mencapai hasil yang maksimal. Dan beliau tak akan memaksa Roby untuk menuruti
keinginannya.
Tak
terasa tinggal satu semester lagi aku mencapai gelar dokter di depan namaku.
Semua itu berkat usahaku dan semua kata-kata motivasi yang telah Roby berikan
kepadaku. Tak seharusnya aku dengki kepadanya atas apa yang ia capai selama
ini. Kenyataanya aku juga sebentar lagi bisa membahagiakan orang tuaku, meski
mereka bukan orang tua kandungku. Dan semoga saja ayah ibuku di surga bisa
merasakan kebahagiaanku juga.
Akhir
Desember yang indah, keluarga kami mendapati dua kebahagiaan bagi masa depanku
dan adikku. Roby mendapat penghargaan khusus dari gubernur Jawa Tengah karena
dapat mendidik anak jalanan yang putus sekolah menjadi seseorang yang bisa
membuka galeri lukisan sendiri. Dan hasilnya dipamerkan dikancah Internasional,
betapa bangganya dia. Dan sekarang di depan namaku telah tercatat sebuah gelar
yang selama ini aku dambakan. Panggilanku kinipun berubah, dr. Adit Indrawan, Sp.M itulah aku.
Komentar
Posting Komentar