cerbung eps.2
Aku cemas ketika saat lomba dimulai tak ada
satupun orang tuaku hadir menemaniku, kulihat sekeliling dari tempat dudukku.
Semua peserta datang bersama orang tuanya, namun aku hanya duduk sendiri
bersama seorang guru pendamping di sisiku. Banyak orang bertanya dimana orang
tuaku, dan aku hanya bisa menjawab “masih dalam perjalanan”. Aku tak tahu
mengapa sekarang orang tuaku berubah padaku, sampai aku diberitahu guru
pendampingku bahwa bundaku akan melahirkan.
Betapa senangnya aku mendengar kabar itu,
semua anganku tertuju pada adik kecil yang nantinya akan menemani kesendirianku
itu. Sampai akhirnya aku melupakan satu bait pidato yang telah kususun
berminggu-minggu lamanya. Aku tak habis pikir kenapa penampilanku kini sangat
mengecewakan, apa karena tidak ada orang tua disisiku saat ini? Atau aku tidak
fokus terhadap apa yang ada dihadapanku sekarang? Yang jelas, aku kalah dalam
perlombaan ini. Betapa kecewanya guru pendampingku saat melihat siswa dari
sekolah lain menerima piala gubernur atas lomba pidato tahun ini. Dan aku juga
kecewa atas penampilanku.
Di rumah sakit, kulihat bundaku masih
terbaring lemas. Dan dengan segera aku memeluknya sebagai rasa sayang dan
permintaan maaf karena tidak menang dalam perlombaan. Ayahkupun demikian, ia
meminta maaf kepadaku karena tak menemaniku saat aku lomba tadi. Namun saat ia
tahu bahwa aku kalah, tak ada respon kecewa dalam raut wajahnya. Tak seperti
dulu saat aku kalah lomba cerdas cermat. Mungkin karena kebahagiaannya saat ini
yang telah memiliki anak baru.
Tampaknya bundaku kecewa atas hasil yang
kuperoleh hari ini, dia terus bertanya kepadaku ada apa denganku hingga tidak
bisa membawa pulang piala pidato yang selalu ku kumpulkan di sekolah. Aku
senang mendengar pertanyaan-pertanyaan dari bundaku, dan aku masih merasa ada
yang memperhatikanku.
3 tahun berikutnya aku melihat keunikan yang
ada pada adikku, dia telah mahir melukis saat usianya tepat 3 tahun. Dia
memberikan kado untuk kita berupa lukisan keluarga kami, dia tidak mau
mendapatkan kado dariku atau bahkan dari orang tuanya. Dia hanya ingin
memberikan lukisannya pada kami. Melihat bakat Robi tersebut, ayah memanggil
guru privat lukis untuknya. Namun Robi tidak pernah menganggap guru itu, ia
tetap asyik pada lukisannya sendiri.
Komentar
Posting Komentar